Hari hariku.......
Tuesday, August 15, 2006
Lelucon II: Inferiority Complex

Dagelan yang tak lucu kembali dihidangkan di hadapan kita semua. Tibo cs, yang telah terbukti sebagai otak kelompok "Kelelawar Hitam", yang begitu sadis membantai Muslim Poso, yang telah ditolak grasinya selama 2 kali, yang PK (peninjauan kembali) kasusnya telah ditolak, ternyata harus ditangguhkan eksekusinya. Apakah andaikan yang berada di posisi itu adalah Imam Samudra cs, maka penundaan eksekusi yang telah tertunda sekian bulan, dapat ditunda, padahal tinggal 15 menit lagi dilaksanakan? Konon menurut media massa di tanah Belanda sana, penundaan itu tak lain dan tak bukan, karena adanya surat khusus dari Paus, penguasa tertinggi Katholik, kepada SBY. Keberadaan surat itu memang telah diamini oleh petinggi kita, meskipun mereka berkilah bukan itu alasannya. Kapolri bilang eksekusikusinya di tunda karena berdekatan dengan 17 Agustus. Suatu alasan yang SANGAT TIDAK MASUK AKAL.

Ingat penggantungan seorang tahanan narkoba asal Australia, yang keturunan Vietnam?. Saat itu media massa Aussie mengecam habis-habisan, bahkan kepada rakyatnya diserukan boikot terhadap Singapore. PM aussie, John Howard, sampai menelpon langsung kepada PM Singapore, agar mempertimbangkan hukuman mati itu sembari memohon keringanan. Tapi apa tindakan negeri mini ini? Mereka gak peduli dengan semua tekanan yang datang dari negeri lain. Meskipun kecil, mereka tetap tegar dan teguh dengan pendiriannya untuk tetap mendukung keputusan pengadilan.

Ini urusan dalam negeri kami, mengapa anda mau ikut campur. Begitu kata mereka. Tambah sang PM, lebih baik digantung satu orang bandar narkoba daripada ratusan ribu anak-anak kami menderita karena narkoba. Lebih baik "menghilangkan" satu nyawa, daripada harus menanggung kerugian mengobati ribuan penderita narkoba. Ah, boleh jadi ini suatu ungkapan "bokis nan pragmatis", namun tetap saja menggambarkan keteguhan si mini dalam "mempertahankan kedaulatannya" dari intervensi asing.

Entah mengapa, kita yang jadi saudara tua, yang punya penduduk jauh lebih besar, dan lebih berpotensi menjadi negara besar, dengan dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa, ternyata begitu mudahnya tunduk pada keinginan pihak luar. Kasus ini mungkin hanya contoh kecil, dari ribuan kasus-kasus lain, yang terutama tentang pengelolaan sumber daya alam dll, bahwa kita terlalu lunak, dan tunduk, kepada keinginan orang lain, sehingga bagaikan kita tak punya pendirian.

Boleh jadi inilah buah tersukses dari penjajahan selama 350 tahun. Inferiority complex, begitu mungkin istilahnya. Kita selalu gak PD, minder dan rendah diri dengan kemampuan kita sendiri, dan cuma bisa manggut-manggut atas tekanan pihak luar. Kemana perginya kewibawaan kita yang pernah kita dapatkan dulu di masa founding father masih memimpin kita, meski saat itu kita carut marut ekonominya? Kemana hilangnya rasa kebanggan kita sebagai negara besar, atau mungkin rasa kebanggaan itu sebenarnya belum pernah ada dan tak pernah terbentuk di hati kita.

Kadang kita memandang orang bule itu lebih pandai, pintar dan kaya dari kita. Padahal si bule juga sama, ada yang miskin dan ada yang kaya. Bahkan di antara kita banyak yang lebih pintar daripada para bule. Gak jarang kita gak ada PD terhadap karya anak bangsa, walau memang mungkin karya anak bangsa itu memang masih memerlukan perbaikan. Japanese teman saya, dengan bangganya berkata ditanyakan mengenai mana yang hendak dia pilih, buatan Jepang atau buatan China. Dengan bangganya dia berani bertaruh bahwa kualitas buatan Jepang adalah yang terbaik, tak bisa diimbangi oleh buatan negeri lain. Dan dia sangat bangga memakai buatan negerinya. Kebanggaan atas bangsa, kebanggaan atas negara, kebanggaan atas sikap dan tindak tanduk Pemerintahnya.

Lantas, apabila ada orang yang bertanya kepada anda, apa yang anda banggakan dari negeri kita, apakah yang kira-kira anda bakal jawab? Hmm, inferiority complex itu memang harus ditindas habis. Orang yang inferior, gak akan pernah punya PD, gak akan pernah bisa optimis serta gak akan pernah bisa memenangi suatu pertarungan.
Kita itu bisa sukses, kalau kita optimis, dan punya PD. Kalau gak ada PD lebih baik tidak melakukannya dari awal, karena tak ada guna, sebab dia tak bakal memenangi pertarungan pada akhirnya.

Dan PD itu sangat terkait dengan salah satunya sikap kita yang meniadakan rasa inferiority. Kasus Tibo cs ini, boleh jadi lebih dari cuma alibi masalah teknis atau kesantunan sikap akan permohonan dari pihak lain, boleh dibilang salah satu contoh dan penggambaran dari sikap inferiority complex yang menjangkiti kita, yang buktinya
telah menjamur dimana-mana, hingga pada akhirnya negeri yang gemah ripah loh jinawi, rakyatnya tetap miskin.

posted by Shinkansen @ 7:28 AM  
5 Comments:
  • At 11:37 AM, Blogger Herli Salim said…

    Betul itu,tanah air atau ibu pertiwi mesti tegas. Waktu si Nguyen digantung terus mayatnya dibawa ke Melbourne. Dia disambut bagai pahlawan, adamisa khusus bagi dia. Banayk yg hadir tapi banyak juga yg mengecam terutama lewat surat pembaca. Singapura demikian tegas, kuncinya adalah, dia kuat secara ekonomi. Kita ...? aduh bo... jangan ditanya lah...lemes. Sumberdaya alam iya banyak, SDM ? ah gak kalah-kalah amat dengan Australia tapi memutuskan kasus si Corby aja, ga PD, bener tuh perasaan sebagai inlander ko ya ada terus ya. Ayo bangkit wahai Indonesiaku...Tibo mesti dihukum...harus! Proses pengadilan sudah final...tinggal "finalise him... yes finish him!"

     
  • At 3:23 PM, Blogger urang kertasari said…

    Bagaimana menghilangkan rasa inlander itu yah? Kalau menghitung secara matematis, kita dijajah 350 tahun, untuk recover butuh 2 x nya kemudian untuk merasa bangga butuh lagi 60 tahun kayak jepang sekarang ( 2006 - 1945, jadi total (350 x 2 ) + 60 tahun = 760 tahun?
    Wah saya sudah di alam barzakh, tidak ditaqdirkan untuk melihat bangsa ini berbangga diri....

     
  • At 5:32 AM, Blogger Herli Salim said…

    Sabar... mau berbagi ga dgn CBC-nya ? Itu yg hasil seminar, ada ga hard copy atau elecronicnya? Pls share me... my email is herli_slm@yahoo.com or other method ? (through mail...he..he)

     
  • At 6:03 AM, Blogger Herli Salim said…

    Merdeka! Gimana upaca 17 Agutusan di sana? Waktu nyanyi Indonesia Raya 'merinding' ga? Atau malah nangis (Elsa, Nanda, Fari dipelupuk mata...hu...hu), atau malah ga ada upacara?

     
  • At 7:03 AM, Blogger Shinkansen said…

    Mang Aang, untuk CBC nya tersebut, yang ada hanya fotocopy powerpoint dari presenternya. Kalo electronic filenya nggak ada.

    17-an yg lalu belum sempat ikutan upacara. Apalagi saat itu dari tgl 17-18 Agustus, typhoon no.10 lagi melintas. Jadinya hujan deras di sertai angin kencang saja yang ada. hehehehe. Sebentar lagi typhoon n0. 11 akan lewat... Biasalah hiasan musim panas. hehehe

     
Post a Comment
<< Home
 
About Me

Name: Shinkansen
Home: Indonesia
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
My Publications
Blog Keluarga
Powered by

BLOGGER